TULISAN PA LWB4

SELAMAT DATANG DI WEBSITE PENGADILAN AGAMA LEWOLEBA
PELAKSANAAN MoU
SIPP
Sistem Informasi Pelayanan Perkara.
E-COURT
Layanan bagi Pengguna Terdaftar untuk Pendaftaran Perkara Secara Online, Mendapatkan Taksiran Panjar Biaya Perkara secara online, Pembayaran secara online dan Pemanggilan yang dilakukan dengan saluran elektronik
Pencanangan Zona WBK & WBBM
Pegawai Pengadilan Agama Lewoleba berkomitmen untuk menciptakan Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani
Pencegahan Penyebaran Virus Covid 19
Pengadilan Agama Lewoleba mengajak seluruh elemen masyarakat agar menggalakkan kebiasaan new normal agar meminimalisir dan mencegah penyebaran Novel Corona Virus (2019 nCoV)
8 Nilai Utama Mahkamah Agung
Nilai Utama Organisasi yang mendasari Kerja Mahkamah Agung dan empat peradilan di bawahnya
11 Aplikasi Unggulan Badilag
Aplikasi Unggulan dari Badilag diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam menerima layanan Peradilan dan menunjang Pelaksanaan E-Litigasi
CPAR PTA Nusa Tenggara Timur
Masyarakat dan Warga Peradilan dapat menyampaikan keluhan kepada PTA melalui Aplikasi CPAR Online https://pta-kupang.go.id
SIWAS MAHKAMAH AGUNG RI
Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan dan keluhannya melalui Aplikasi SIWAS Mahkamah Agung RI

PENTINGNYA (URGENSI) WALI CALON PENGANTIN PEREMPUAN DALAM PERNIKAHAN

Ditulis oleh Super User. Posted in Artikel PA.Lewoleba

Ditulis oleh Super User. Dilihat: 2374Posted in Artikel PA.Lewoleba

PENTINGNYA (URGENSI) WALI CALON PENGANTIN PEREMPUAN DALAM PERNIKAHAN

Ditulis oleh : Kusnoto, SHI, MH (Wakil Ketua Pengadilan Agama Lewoleba)

Hukum Islam menentukan bahwa wali nikah merupakan rukun yang harus dipenuhi calon mempelai wanita. Dalam tulisan ini akan dikaji mengenai pentingnya (urgensi) wali nikah serta hikmahnya. Kajian ini sangat penting mengingat masih ada orang yang memandang kurang penting atau bahkan mengabaikan wali nikah dengan berbagai alasan, terutama pada pernikahan yang tidak tercatat oleh KUA (atau sering disebut nikah siri).

Urgensi dari wali nikah di samping sebagai salah satu penentu sah nya pernikahan, adalah bahwa restu wali yang diwujudkan dalam bentuk kesediaan menjadi wali nikah akan menjadi pembuka keberkahan rumah tangga dan semangat (motivasi) menggapai sakinah mawaddah warahmah. Dalam beberapa kasus, banyak pasangan menikah dan membangun rumah tangga atas dasar cinta tapi melupakan restu orang tua. Namun ketika tertimpa masalah parah yang mengakibatkan runtuhnya rumah tangga, barulah merasa bersalah.  

Dalam hidup, orang tua adalah orang terpenting yang memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan anak. Orang tua merupakan orang-orang yang diutus Tuhan untuk menjaga serta merawat sejak anak masih berupa janin dalam rahim hingga lahir menjadi bayi bahkan hingga dewasa. Bagaimanapun perlakuan orang tua terhadap anak, seorang anak tetap harus hormat kepada mereka. Karena pada dasarnya tidak ada orang tua yang tidak punya jasa atau kebaikan pada anak-anaknya. Untuk itulah, anak diwajibkan berbakti orang tua serta meminta restunya ketika hendak melakukan hal penting termasuk ketika akan membangun rumah tangga.

Pentingnya wali nikah kaitannya dengan kebahagiaan rumah tangga adalah bahwa wali menjadi penolong rumah tangga di kala sulit. Bisa dibayangkan jika pernikahan yang dilaksanakan tanpa wali, kemudian selama dijalani rumah tangga yang diduga bisa bahagia namun ternyata mengalami masalah, misalnya mengalami kekurangan keuangan, kekurangan biaya pengobatan dan perawatan sakit yang berat, ketiadaan rumah ataupun kendaraan, masih pantaskah anak minta bantu kepada orang tuanya? Jika anak tersebut tetap meminta bantu orang tuanya, bagaimanakah perasaan orang tua atau saudara-saudaranya atas sikap anak tersebut yang dinilai tidak punya malu (seperti muka tembok)? Saat mengalami kegagalan komunikasi antara dia dengan pasangannya yang diwarnai penyelewengan dan kekecewaan, masih pantaskah anak tersebut berkeluh kesah mencurahkan isi hatinya kepada kepada orangtuanya? Kemudian jika pasangan suami istri itu mempunyai beberapa anak yang pada saat yang sama suami dan istri itu harus bekerja di tempat yang jauh, sedangkan dia tidak mampu atau tidak mempunyai pengasuh anak (baby sister atau lembaga penitipan anak), masih pantaskah anak minta bantu kepada orang tuanya untuk mengasuh (momong) sang cucu? Kemudian jika pasangan suami istri itu diterpa perselisihan dan pertengkaran (syiqaq) yang kusut, masih pantaskah anak tersebut minta agar orangtuanya (atau wali) untuk menjadi juru damai (hakam)? Atau puncaknya kemudian jika pasangan suami istri itu bercerai dengan membawa anak disertai kekurangan ekonomi, masih beranikah anak tersebut minta perlindungan (tempat tinggal) kepada orangtuanya atau bahkan membebani orang tua untuk mengasuh (momong) cucunya? Kondisi sulit sering kali menerpa setiap rumah tangga, oleh karenanya suatu rumah tangga yang dibangun perlu mendapat dukungan dari mitra terdekat, yakni keluarga inti.

Oleh karena itu, keberadaan wali nikah beserta restunya sangat penting sehingga tetap diberlakukan dalam setiap pernikahan meskipun calon pengantin perempuan. Fikih mazdhab Indonesia (KHI) memedomani bahwa wali nikah merupakan salah satu rukun nikah yang wajib terpenuhi dalam suatu ikatan pernikahan tanpa membeda-bedakan status calon istri apakah gadis ataukah janda.

Bagaimana nanti jika selama menjalani rumah tangga ternyata tertimpa masalah, misalnya masalah kekurangan ekonomi, masalah pergaulan (komunikasi) yang tidak harmonis dengan suami, masalah kurangnya kesetiaan, terjadinya perselisihan dan pertengkaran (syiqaq), atau bahkan misalnya terkapar tidak berdaya disertai luka yang parah oleh kebrutalan sang suami,dan lain sebagainya, apakah masih tidak butuh bantuan dari orang tuanya (atau walinya)? Bahkan pula misalnya mati terbunuh diracun oleh suaminya setelah terjadi pertengkaran sengit, memangnya siapa lagi yang melanjutkan mengasuh anak-anaknya (terutama balita) kalau bukan orang tua (kakeknya anak)? Hanya orangtua dan pihak keluarga yang bisa dan ikhlas mengasuhnya karena mantan suaminya justru tidak bisa mengasuh anak-anaknya karena menjalani hukuman penjara akibat pembunuhan itu? Pada kondisi sulit perempuan itu tentulah butuh bantuan dari orang tuanya (atau keluarga besarnya). Oleh karena itu wanita yang hendak menikah (termasuk janda yang membawa anak dari pernikahannya terdahulu) perlu memohon doa restu walinya, karena permasalahan hidup nantinya tidak sederhana lagi, tidak sesederhana sewaktu masih gadis, permasalahannya semakin komplek (rumit) dan potensi pertengkaran dengan suaminya nanti (sekaligus ayah tiri dari anak bawaannya) semakin nyata.

Itulah pentingnya wali nikah dalam pernikahan. Mengingat berbagai hal itu, oleh karenanya disebut dengan istilah waliyy, bukan disebut abb (ayah) atau walid (orang tua yang menyebabkan kelahiran anak). Waliyy berarti sebagai penolong atau pengampu. Disaat seorang diterpa ketidakmampuan dan ketidakberdayaan maka waliyy menjadi penolongnya.

Arti penting (urgensi) wali nikah berikutnya adalah sebagai bentuk penghargaan kepada orangtua, sebagai bentuk meng-orang-kan orangtua. Saat pernikahan putrinya itulah puncak kebanggaan, yang merasa bangga dan senang serta bersyukur kepada Tuhannya karena telah berhasil melahirkan, mengasuh, membesarkan, mendidik, menjaga putrinya meski dengan berjuta pengorbanan yang besar dalam waktu bertahun tahun. Kebanggaan orangtua telah berhasil menjaga amanah (titipan) Allah berupa anak perempuan dengan baik dan sebentar lagi amanah itu akan dilimpahkan (diserahkan) kepada laki-laki lain yang dicintai oleh putrinya dan diharapkan mampu membahagiakan putrinya. Sesungguhnya orangtua masih bersedia melanjutkan menjaga amanah tersebut namun demi kebahagiaan putrinya di masa mendatang maka orangtua mengikhlaskan secara lahir batin untuk menyerahkan amanat tersebut kepada laki-laki pilihan (calon suami). Orang tua menyadari bahwa menjaga putrinya dalam keluarganya adalah penting, namun memberikan kesempatan kepada putrinya untuk berbahagia dengan laki-laki pilihannya adalah lebih penting. Semua orangtua bangga jika dimintai restu bahkan dijadikan wali nikah dalam pernikahan putrinya. Betapa besar syukur orangtua (ayah atau kelompok wali) yang telah diberi hak dan kesempatan oleh syariat untuk menjadi wali nikah dalam pernikahan itu. Orangtua ingin melepaskan putrinya kepada laki-laki lain hanya dalam pergaulan halal melalui wadah syariat Allah, yaitu akad nikah, bukan ikatan transaksional ataupun perzinaan. Orangtua tidak berharap balas budi dengan harta, namun hanya karakter yang taat dan berbakti kepada orangtuanya.

Namun tatkala hak dan kesempatan itu dirampas, dalam arti bahwa tatkala pernikahan terjadi tanpa wali nikah dan restu, tatkala ayah dilangkahi atau bahkan diabaikan keberadaannya, maka kedurhakaan anak terhadap ayah (orang tua)-nya telah terjadi. Kekecewaan yang mendalam dan sakit hati yang parah telah menggores dalam perasaan orangtua. Jika demikian yang terjadi, maka amanah (berupa anak putri) dari Tuhan kepada orangtuanya telah dirampas secara dholim (dan paksa) oleh orang lain dengan sepengetahuan si anak perempuan itu, Oleh karenanya Tuhanlah yang akan membalas tindakan kedholiman tersebut. Bisa jadi Tuhan akan mengutus hati orang tua untuk menjaga jarak dengan putrinya tadi atau dengan cara lain.

Jika keberadaan wali dan restu orangtua telah diabaikan (dihilangkan) dalam pernikahan anaknya, Jika eksistensi wali dan restu orangtua telah ditiadakan dalam suatu pernikahan, bukankah itu sama artinya dengan menganggap orangtua (dan wali) yang masih hidup diangap telah tiada? Bukankah wali telah dianggap tidak lebih dari sekedar bangkai yang tidak perlu dilibatkan (digunakan) meskipun masih hidup dan masih bisa berjalan? Jika demikian yang terjadi lalu apakah salah jika orang tua menilai bahwa perampok hak kewalian itu patut dijauhi? Apakah salah jika kemudian orangtuanya cuek (tidak peduli) lagi terhadap putrinya dan menantunya? Apakah salah jika orang tua suatu saat nanti tidak lagi andil sedikitpun memberikan bantuan kepada putri dan menantunya saat ditimpa masalah atau kesulitan? Apakah salah saat putrinya datang dengan berkeluh kesah dan memohon bantuan kepada orangtuanya, lalu orang tua menjawab : “ saat engkau menikah dengan suamimu dahulu engkau menganggapku sudah tidak penting lagi, namun sekarang engkau sedang krisis dan bermasalah dengan suamimu mengapa engkau masih menganggapku ada dan menganggapku penting untuk dihubungi (bahkan dimintai bantuan)?”  

Mengingat sangat pentingnya peranan pihak orangtua sebagai wali nasab, oleh karenanya syariat memprioritaskan wali nasab dibandingkan dengan wali hakim (pemerintah/penguasa yang berwenang). Wali nasab meskipun agak jauh derajatnya (semisal kakek atau saudara laki-laki) lebih diutamakan daripada wali hakim. Sejauh apapun jarak tempat tinggal wali nasab bahkan sampai lintas provinsi ataupun lintas negara tetap diperlukan kehadiran dan restunya. Bahkan jika tidak mampu hadir karena sakit keras misalnya maka tetap saja diperlukan statusnya sebagai wali dengan cara mewakilkan (menguasakan) kepada wali nasab lainnya yang berhak. Tidak ada alasan jauh ataupun kurang sehat badan ataupun alasan lainnya untuk tidak meminta restu dan kehadiran wali nikah dalam suatu perkawinan. Bahkan di masa sekarang seandainya tidak memungkinkan hadir langsung bisa disambungkan melalui teknologi informatika (telekomfren). Ini menunjukkan betapa pentingnya wali nikah (terutama dari jalur wali nasab) dalam suatu pernikahan.   

Keberadaan wali nikah dalam pernikahan adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Apapun kondisinya dan apapun alasannya wali nikah wajib ada dan tidak bisa dialpakan. Bahkan seandainya tidak ada wali dari jalur nasab, maka wali hakim pun dapat jadi wali nikah. Hal itu (pernikahan dengan wali dari jalur aparat negara/pemerintah yang berwenang yaitu PPN pada KUA) jauh lebih baik dibandingkan pernikahan tanpa wali. Dengan demikian akan memperoleh pengakuan di muka hukum syariat dan negara, Akan tercatat dalam dokumen kependudukan dan diperhitungkan sebagai penduduk resmi suatu wilayah. Seandainya nanti di belakang hari suami-istri tersebut hidup kemiskinan maka negara dapat membantunya melalui program pengentasan kemiskinan. Seandainya nanti di belakang hari suami-istri tersebut tertimpa kecelakaan ataupun mengalami masalah kesehatan maka bisa dibantu pemerintah melalui jaminan kesehatan bersubsidi ataupun bahkan gratis. Seandainya mengalami kekurangan biaya pendidikan anak maka bisa dibantu oleh negara melalui beasiswa. Seandainya nanti mengalami masalah maka pengaduannya dapat dilayani oleh negara (melalui lembaga negara). Misalnya ketika terjadi kekerasan dalam rumah tangganya nanti maka lembaga negara (semisal kepolisian dan dinas pemberdayaan dan perlindungan perempuan) dapat memberikan perlindungan kepadanya secara lebih maksimal. Jika terjadi pertengkaran yang terus menerus dan memuncak maka lembaga negara (yakni pengadilan) dapat memberikan layanan dan perlindungan hak hukumnya. Termasuk seandainya anaknya tidak terurus dapat diserahkan ke lembaga negara (yakni dinas sosial) untuk diasuhnya. Jadi suami istri tersebut akan mendapat pengakuan secara resmi secara hukum negara sehingga dapat memperoleh layanan yang sesuai dari negara melalui lembaga negara yang terkait.

Aplikasi Pendukung

komdanas simari sikep abs pengaduan lpse direktori jdih 

 emonev bappenas   emonev smart   erekon   simponi   omspan  e sprint

Don't have an account yet? Register Now!

Sign in to your account